Rabu, 09 Juni 2010

Gairah Tubuh Luki


Gairah Tubuh Luki

Aku adalah seorang pria lajang berusia 30 tahun. Aku masih
melajang, bukan karena tidak bisa mendapat jodoh sebenarnya -
tapi justru sebaliknya . . . banyaknya peluang membuatku tidak
bisa menentukan pilihan.

Suatu kali temanku, yang amat sangat ramah. Usianya sekitar 35
dan sebut saja namanya Widi. Iapun mengajakku jalan - jalan ke
rumah teman wanitanya yang tinggal di seputar kantor Pacific
World sekarang di bilangan Semawang.

Hubungan kami terus berlanjut, dan mulailah beberapa kali saya
datang ke tempat kost nya hitung - hitung refreshing setelah
penat bekerja terutama saat saat pesawat delay.Dia tinggal di
sebuah kamar ukuran 3x4 meter. Karena seringnya aku datang
kesana, akhirnya akupun mempunyai sebuah kunci sendiri.

Setelah lewat setengah tahun, suatu kali selesai jemput di
airport, aku tidak ada kesibukan apapun dan akupun menuju kos
Luki. Sampai di depan kamarnya, beberapa kali kupanggil
namanya, tidak ada jawaban. Akupun masuk dengan kunciku. Di
dalam kamar kutemukan serobek kertas yang isinya dia sedang
pergi keluar dan akan segera datang.

Akupun bersantai dan kemudian menyalakan VCD. Selesai satu
film, saat melihat rak, di bagian bawahnya kulihat beberapa
VCD porno. Karena memang sendirian, akupun menontonnya.
Sebelum habis satu film, tiba-tiba terdengar pintu depan
dibuka. Akupun tergopoh-gopoh membuka pintu..

"Hallo, De sudah lama!" Luki yang baru masuk tersenyum. "Eh,
tolong dong bayarin taksinya, uang Luki sepuluh-ribuan
abangnya nggak ada kembalinya." Aku tersenyum mengangguk dan
keluar membayarkan taksi yang cuma duaribu rupiah. Kupikir
ngak apalah, hitung - hitung kalah meceki di kantor.

Saat aku masuk kembali . . . pucatlah wajahku! Luki duduk di
karpet di depan televisi dengan gaya menantang, dan . . .
menyalakan kembali video porno yang sedang setengah jalan!
Luki memandang padaku dan tertawa geli, "Ih! De! Begitu, tho,
caranya? Luki sering bergaya seperti itu," kamu mau ngak,
kayaknya de kamu guide yang paling alim yang pernah kukenal".

Gugup dan keringat dingin bercucuran dari mukaku dan dengan
berat membuka mulut aku berkata, "Ki . . . Putar vcd yang lain
aja".

"Aahhh, kau De.... Sok munafik. Tu, liat . . . cuma begitu
aja! Gambar yang dibawa temen Luki di karaoke lebih serem."

Tak tahu lagi apa yang harus kukatakan, dan khawatir kalau
kularang Luki pergi tanpa pamit mencari korban di tempatnya
bekerja di salah satu cafe di Semawang.Akupun duduk-duduk di
beranda depan membaca majalah.

Sekitar jam 10 malam, aku keluar dan membeli makanan.
Sekembalinya, di dalam rumah kulihat Luki sedang tengkurap di
karpet, dan . . . astaga! Ia mengenakan daster yang pendek dan
tipis. Tubuh mudanya yang sudah mulai matang terbayang jelas.
Paha dan betisnya terlihat putih mulus, dan pantatnya membulat
indah. Aku menelan ludah dan terus masuk menyiapkan makanan.

Setelah makanan siap, aku memanggil Luki. Dan . . . sekali
lagi astaga . . . jelas ia tidak memakai BH karena puting
susunya yang menjulang membayang di dasternya. Aku semakin
gelisah karena penisku yang tadi sudah mulai "bergerak,"
sekarang benar-benar menegak dan mengganjal di celanaku.

Selesai makan, saat mencuci piring berdua di dapur sebelah
kamar kosnya, kami berdiri bersampingan, dan dari celah di
dasternya, buah dadanya yang indah mengintip. Saat ia
membungkuk, puting susunya yang merah muda kelihatan dari
celah itu. Aku semakin gelisah. Selesai mencuci piring, kami
berdua duduk di karpet kamar kosnya.

"Oom, ayo tebak. Hitam, kecil, keringetan, apaan ....!"

"Ah, gampang! Semut lagi push-up! Khan ada di tutup botol
Fanta! Gantian . . . putih-biru-putih, kecil, keringetan,
apa?"

Luki mengernyit dan memberi beberapa tebakan yang semua
kusalahkan.

"Yang bener . . . Luki kepanasan habis jalan - jalan!"

"Aahhh . . . kamu ngeledek ...!" Luki meloncat dari karpet
yang didudukinya dan berusaha mencubiti lenganku. Aku
menghindar dan menangkis, tapi ia terus menyerang sambil
tertawa, dan . . . tersandung! Ia jatuh ke dalam pelukanku,
membelakangiku. Lenganku merangkul dadanya, dan ia duduk tepat
di atas batang kelelakianku! Kami terengah-engah dalam posisi
itu. Bau bedak bayi dari kulitnya dan bau sampo rambutnya
membuatku makin terangsang . . . dan akupun mulai menciumi
lehernya. Mia mendongakkan kepala sambil memejamkan mata, dan
tangankupun mulai meremas kedua buah-dadanya.

Nafas Luki makin terengah, dan tangankupun masuk ke antara dua
pahanya. Celana dalamnya sudah basah, dan jariku mengelus
belahan yang membayang.

"Uuuhhhhh .... mmmmhhhh ....." Luki menggelinjang.

Kesadaranku yang tinggal sedikit seolah memperingatkan bahwa
yang sedang kucumbu adalah seorang wanita panggilan, tapi
gariahku sudah sampai ke ubun-ubun dan akupun menarik lepas
dasternya dari atas kepalanya. Aahhh ....! Luki menelentang di
tempat tidur dengan tubuh hampir polos!

Aku segera mengulum puting susunya yang merah muda,
berganti-ganti kiri dan kanan hingga dadanya basah mengkilap
oleh ludahku. Tangan Luki mengelus belakang kepalaku dan
erangannya yang tersendat membuat aku makin tak sabar.

Aku menarik lepas celana dalamnya, dan . . . nampaklah bukit
kemaluannya yang baru ditumbuhi rambut jarang. Bulu yang
sedikit itu sudah nampak mengkilap oleh cairan kemaluan Luki.
Akupun segera membenamkan kepalaku ke tengah ke dua pahanya.

"Ehhhhhh...... mmmmmmmaaahhhh.....," Tangan Luki meremas
bantal dan pinggulnya menggeletar ketika bibir kemaluannya.
Sesekali lidahku berpindah ke perutnya dan mengemut perlahan.

"Ooohh.... aduuuhhhhh....," Luki mengangkat punggungnya ketika
lidahku menyelinap diantara belahan kemaluannya yang masih
begitu rapat. Lidahku bergerak dari atas ke bawah dan bibir
kemaluannya mulai membuka. Sesekali lidahku akan membelai
kelentitnya dan tubuh Luki akan terlonjak dan nafas Luki
seakan tersedak. Tanganku naik ke dadanya dan meremas kedua
bukit dadanya. Putingnya sedikit membesar dan mengeras.

Ketika aku berhenti menjilat dan mengulum Luki tergeletak
terengah-engah, matanya terpejam. Tergesa aku membuka semua
pakaianku, dan kemaluanku yang tegak teracung ke langit-langit
kubelai-belaikan di pipi Luki. "Mmmmhh...... mmmmmhhhh......
oooohhhhmmmmm......," ketika Luki membuka bibirnya, kujejalkan
kepala kemaluanku. Mungkin film tadi masih diingatnya, jadi
iapun mulai menyedot. Tanganku berganti-ganti meremas dadanya
dan membelai kemaluannya.

Segera saja kemaluanku basah dan mengkilap. Tak tahan lagi,
akupun naik ke atas tubuh Luki dan bibirku melumat bibirnya.
Aroma kemaluanku ada di mulut Luki dan aroma kemaluan Luki di
mulutku, bertukar saat lidah kami saling membelit.

Dengan tangan kugesek-gesekkan kepala kemaluanku ke celah di
selangkangan Luki, dan sebentar kemudian kurasakan tangan Luki
menekan pantatku dari belakang. "Ohh mam.... masuk .... hhh...
masukin.... Ohhhh.... hhhh... ehekmmm..."

Perlahan kemaluanku mulai menyeruak masuk ke liang
kemaluannya, dan Luki semakin mendesah-desah. Segera saja
kepala kemaluanku terasa tertahan sesuatu yang kenyal. Dengan
satu sentakan, tembuslah halangan itu. Luki memekik kecil,
dahinya mengernyit menahan sakit. Kuku-kuku tangannya
mencengkeram kulit punggungku. Aku menekan lagi, dan terasa
ujung kemaluanku membentur dasar. Lalu aku diam tak bergerak,
membiarkan otot-otot kemaluan Luki terbiasa dengan benda yang
ada di dalamnya.

Sebentar kemudian kernyit di dahi Luki menghilang, dan akupun
mulai menarik dan menekankan pinggulku. Luki mengernyit lagi,
tapi lama kelamaan mulutnya menceracau,

"Aduhhh.... sssshhhh..... iya.... terusshh.... mmmhhh......
aduhhh..... enak.... De..."

Aku merangkulkan kedua lenganku ke punggung Luki, lalu
membalikkan kedua tubuh kami hingga Luki sekarang duduk di
atas pinggulku. Nampak kemaluanku menancap hingga pangkal di
kemaluannya. Tanpa perlu diajar, Luki segera menggerakkan
pinggulnya, sementara jari-jariku berganti-ganti meremas dan
menggosok dada, kelentit dan pinggulnya, dan kamipun berlomba
mencapai puncak.

Lewat beberapa waktu, gerakan pinggul Luki makin menggila dan
iapun membungkukkan tubuhnya dan bibir kami berlumatan.
Tangannya menjambak rambutku, dan akhirnya pinggulnya
menyentak berhenti. Terasa cairan hangat membalur seluruh
batang kemaluanku.

Setelah tubuh Luki melemas, aku mendorong ia terlentang, dan
sambil menindihnya, aku mengejar puncakku sendiri. Ketika aku
mencapai klimaks, Luki tentu merasakan siraman air maniku di
liangnya, dan iapun mengeluh lemas dan merasakan orgasmenya
yang ke dua.

Sekian lama kami diam terengah-engah, dan tubuh kami yang
basah kuyup dengan keringat masih saling bergerak bergesekan,
merasakan sisa-sisa kenikmatan orgasme.

"Aduh, De.. . . Luki lemes. Tapi enak banget."

Aku cuma tersenyum sambil membelai rambutnya yang halus. Satu
tanganku lagi ada di pinggulnya dan meremas-remas. Kupikir
tubuhku yang lelah sudah terpuaskan, tapi segera kurasakan
kemaluanku yang telah melemas bangkit kembali dijepit liang
vagina Luki yang masih amat kencang.

Aku segera membawanya ke kamar mandi, membersihkan tubuh kami
berdua dan . . . kembali ke kamar melanjutkan babak
berikutnya. Sepanjang malam aku mencapai tiga kali lagi
orgasme, dan Luki . . . entah berapa kali. Begitupun di saat
bangun pagi, sekali lagi kami bergumul penuh kenikmatan
sebelum akhirnya aku terpaksa memakai seragam, sarapan dan
berangkat tour ke Kintamani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar