Selasa, 03 Juni 2014

Ibu Mertuaku Kekasihku

Ibu Mertuaku Kekasihku - Perkenalkan dulu namaku Tomy. Sudah satu minggu ini akau berada di rumah sendirian. Istriku, Riris, sedang ditugaskan dari kantor tempatnya bekerja untuk mengikuti suatu pelatihan yang dilaksanakan di kota lain selama dua minggu. Terus terang saja aku jadi kesepian juga rasanya. Kalau mau tidur rasanya kok aneh juga, kok sendirian dan sepi, padahal biasanya ada istri di sisiku. Memang perkawinan kami belum dikaruniai anak. Maklum baru 1 tahun berjalan. Karena sendirian itu, dan maklum karena otak laki-laki, pikirannya jadi kemana-mana.

Aku teringat peristiwa yang aku alami dengan ibu mertuaku. Ibu mertuaku memang bukan ibu kandung istriku, karena ibu kandung Riris telah meninggal dunia. Ayah mertuaku kemudian kawin lagi dengan ibu mertuaku yang sekarang ini dan kebetulan tidak mempunyai anak. Ibu mertuaku ini umurnya sekitar 40 tahun, wajahnya ayu, dan tubuhnya benar-benar sintal dan padat sesuai dengan wanita idamanku. Buah dadanya besar sesuai dengan pinggulnya. Demikian juga pantatnya juga bahenol banget. Aku sering membayangkan ibu mertuaku itu kalau sedang telentang pasti vaginanya membusung ke atas terganjal pantatnya yang besar itu. Hemm, sungguh menggairahkan.

Peristiwa itu terjadi waktu malam dua hari sebelum hari perkawainanku dengan Riris. Waktu itu aku duduk berdua di kamar keluarga sambil membicarakan persiapan perkawinanku. Mendadak lampu mati. Dalam kegelapan itu, ibu mertuaku (waktu itu masih calon) berdiri, saya pikir akan mencari lilin, tetapi justru ibu mertuaku memeluk dan menciumi pipi dan bibirku dengan lembut dan mesra. Aku kaget dan melongo karena aku tidak mengira sama sekali diciumi oleh calon ibu mertuaku yang cantik itu.

Hari-hari berikutnya aku bersikap seperti biasa, demikian juga ibu mertuaku. Pada saat-saat aku duduk berdua dengan dia, aku sering memberanikan diri memandang ibu mertuaku lama-lama, dan dia biasanya tersenyum manis dan berkata, "Apaa..?, sudah-sudah, ibu jadi malu".
Terus terang saja aku sebenarnya merindukan untuk dapat bermesraan dengan ibu mertuaku itu. Aku kadang-kadang sagat merasa bersalah dengan Riris istriku, dan juga ayahku mertua yang baik hati. Kadang-kadang aku demikian kurang ajar membayangkan ibu mertuaku disetubuhi ayah mertuaku, aku bayangkan kemaluan ayah mertuaku keluar masuk vagina ibu mertuaku, Ooh alangkah..! Tetapi aku selalu menaruh hormat kepada ayah dan ibu mertuaku. Ibu mertuaku juga sayang sama kami, walaupun Riris adalah anak tirinya.

Pagi-pagi hari berikutnya, aku ditelepon ibu mertuaku, minta agar sore harinya aku dapat mengantarkan ibu menengok famili yang sedang berada di rumah sakit, karena ayah mertuaku sedang pergi ke kota lain untuk urusan bisnis. Aku sih setuju saja. Sore harinya kami jadi pergi ke rumah sakit, dan pulang sudah sehabis maghrib. Seperti biasa aku selalu bersikap sopan dan hormat pada ibu mertuaku.

Dalam perjalan pulang itu, aku memberanikan diri bertanya, "Bu, ngapain sih dulu ibu kok cium Tomy?".
"Aah, kamu ini kok maih diingat-ingat juga siih", jawab ibuku sambil memandangku.
"Jelas dong buu.., Kan asyiik", kataku menggoda.
"Naah, tambah kurang ajar thoo, Ingat Riris lho Tom.., Nanti kedengaran ayahmu juga bisa geger lho Tom".
"Tapii, sebenarnya kenapa siih bu.., Tomy jadi penasaran lho".
"Aah, ini anak kok nggak mau diem siih, Tapi eeh.., anu.., Tom, sebenarnya waktu itu, waktu kita jagongan itu, ibu lihat tampangmu itu kok ganteng banget. Hidungmu, bibirmu, matamu yang agak kurang ajar itu kok membuat ibu jadi gemes banget deeh sama kamu. Makanya waktu lampu mati itu, entah setan dari mana, ibu jadi pengin banget menciummu dan merangkulmu. Ibu sebenarnya jadi malu sekali. Ibu macam apa kau ini, masa lihat menantunya sendiri kok blingsatan".
"Mungkin, setannya ya Tomy ini Bu.., Saat ini setannya itu juga deg-degan kalau lihat ibu mertuanya. Ibu boleh percaya boleh tidak, kadang-kadang kalau Tomy lagi sama Riris, malah bayangin Ibu lho. Bener-bener nih. Sumpah deh. Kalau Ibu pernah bayangin Tomy nggak kalau lagi sama Bapak", aku semakin berani.
"aah nggak tahu ah.., udaah.., udaah.., nanti kalau keterusan kan nggak baik. Hati-hati setirnya. Nanti kalau nabrak-nabrak dikiranya nyetir sambil pacaran ama ibu mertuanya. Pasti ibu yang disalahin orang, Dikiranya yang tua niih yang ngebet", katanya.
"Padahal dua-duanya ngebet lo Bu. Buu, maafin Tomy deeh. Tomy jadi pengiin banget sama ibu lho.., Gimana niih, punya Tomy sakit kejepit celana nihh", aku makin berani.
"Aduuh Toom, jangan gitu dong. Ibu jadi susah nih. Tapi terus terang aja Toom.., Ibu jadi kayak orang jatuh cinta sama kamu.., Kalau udah begini, udah naik begini, ibu jadi pengin ngeloni kamu Tom.., Tom kita cepat pulang saja yaa.., Nanti diterusin dirumah.., Kita pulang ke rumahmu saja sekarang.., Toh lagi kosong khan.., Tapi Tom menggir sebentar Tom, ibu pengen cium kamu di sini", kata ibu dengan suara bergetar.

ooh aku jadi berdebar-debar sekali. Mungkin terpengaruh juga karena aku sudah satu minggu tidak bersetubuh dengan istriku. Aku jadi nafsu banget. Aku minggir di tempat yang agak gelap. Sebenarnya kaca mobilku juga sudah gelap, sehingga tidak takut ketahuan orang. Aku dan ibu mertuaku berangkulan, berciuman dengan lembut penuh kerinduan. Benar-benar, selama ini kami saling merindukan.
"eehhm.., Toom ibu kangen banget Toom", bisik ibu mertuaku.
"Tomy juga buu", bisikku.
"Toom.., udah dulu Tom.., eehmm udah dulu", napas kami memburu.
"Ayo jalan lagi.., Hati-hati yaa", kata ibu mertuaku.
"Buu penisku kejepit niih.., Sakit", kataku.
"iich anak nakal", Pahaku dicubitnya.
"Okey.., buka dulu ritsluitingnya", katanya.
Cepat-cepat aku buka celanaku, aku turuni celana dalamku. Woo, langsung berdiri tegang banget. Tangan kiri ibu, aku tuntun untuk memegang penisku.
"Aduuh Toom. Gede banget pelirmu.., Biar ibu pegangin, Ayo jalan. Hati-hati setirnya".
Aku masukkan persneling satu, dan mobil melaju pulang. Penisku dipegangi ibu mertuaku, jempolnya mengelus-elus kepala penisku dengan lembut. Aduuh, gelii.. nikmat sekali. Mobil berjalan tenang, kami berdiam diri, tetapi tangan ibu terus memijat dan mengelus-elus penisku dengan lembut.

Sampai di rumahku, aku turun membuka pintu, dan langsung masuk garasi. Garasi aku tutup kembali. Kami bergandengan tangan masuk ke ruang tamu. Kami duduk di sofa dan berpandangan dengan penuh kerinduan. Suasana begitu hening dan romantis, kami berpelukan lagi, berciuman lagi, makin menggelora. Kami tumpahkan kerinduan kami. Aku ciumi ibu mertuaku dengan penuh nafsu. Aku rogoh buah dadanya yang selalu aku bayangkan, aduuh benar-benar besar dan lembut.
"Buu, Tomy kangen banget buu.., Tomy kangen banget".
"Aduuh Toom, ibu juga.., Peluklah ibu Tom, peluklah ibu" nafasnya semakin memburu.
Matanya terpejam, aku ciumi matanya, pipinya, aku lumat bibirnya, dan lidahku aku masukkan ke mulutnya. Ibu agak kaget dan membuka matanya. Kemudian dengan serta-merta lidahku disedotnya dengan penuh nafsu.
"Eehhmm.., Tom, ibu belum pernah ciuman seperti ini.., Lagi Tom masukkan lidahmu ke mulut ibu"

Ibu mendorongku pelan, memandangku dengan mesra. Dirangkulnya lagi diriku dan berbisik, "Tom, bawalah Ibu ke kamar.., Enakan di kamar, jangan disini".
Dengan berangkulan kami masuk ke kamar tengah yang kosong. Aku merasa tidak enak di tempat tidur kami. Aku merasa tidak enak dengan Riris apabila kami memakai tempat tidur di kamar kami.
"Bu kita pakai kamar tengah saja yaa".
"Okey, Tom. Aku juga nggak enak pakai kamar tidurmu. Lebih bebas di kamar ini", kata ibu mertuaku penuh pengertian. Aku remas pantatnya yang bahenol.
"iich.., dasar anak nakal", ibu mertuaku merengut manja.

Kami duduk di tempat tidur, sambil beciuman aku buka pakaian ibu mertuaku. Aku sungguh terpesona dengan kulit ibuku yang putih bersih dan mulus dengan buah dadanya yang besar menggantung indah. Ibu aku rebahkan di tempat tidur. Celana dalamnya aku pelorotkan dan aku pelorotkan dari kakinya yang indah. Sekali lagi aku kagum melihat vagina ibu mertuaku yang tebal dengan bulunya yang tebal keriting. Seperti aku membayangkan selama ini, vagina ibu mertuaku benar menonjol ke atas terganjal pantatnya yang besar. Aku tidak tahan lagi memandang keindahan ibu mertuaku telentang di depanku. Aku buka pakaianku dan penisku sudah benar-benar tegak sempurna. Ibu mertuaku memandangku dengan tanpa berkedip. Kami saling merindukan kebersamaan ini. Aku berbaring miring di samping ibu mertuaku. Aku ciumi, kuraba, kuelus semuanya, dari bibirnya sampai pahanya yang mulus.

Aku remas lembut buah dadanya, kuelus perutnya, vaginanya, klitorisnya aku main-mainkan. Liangnya vaginanya sudah basah. Jariku aku basahi dengan cairan vagina ibu mertuaku, dan aku usapkan lembut di clitorisnya. Ibu menggelinjang keenakan dan mendesis-desis. Sementara peliku dipegang ibu dan dielus-elusnya. Kerinduan kami selama ini sudah mendesak untuk ditumpahkan dan dituntaskan malam ini. Ibu menggeliat-geliat, meremas-remas kepalaku dan rambutku, mengelus punggungku, pantatku, dan akhirnya memegang penisku yang sudah siap sedia masuk ke liang vagina ibu mertuaku.
"Buu, aku kaangen banget buu.., Tomyy kanget banget.., Tomy anak nakal buu..", bisikku.
"Toom.., ibu juga. sshh.., masukin Toom.., masukin sekarang.., Ibu sudah pengiin banget Toom, Toomm..", bisik ibuku tersengal-sengal. Aku naik ke atas ibu mertuaku bertelakn pada siku dan lututku.

Tangan kananku mengelus wajahnya, pipinya, hidungnya dan bibir ibu mertuaku. Kami berpandangan. Berpandangan sangat mesra. Penisku dituntunnya masuk ke liang vaginanya yang sudah basah. Ditempelkannya dan digesek-gesekan di bibir vaginanya, di clitorisnya. Tangan kirinya memegang pantatku, menekan turun sedikit dan melepaskan tekanannya memberi komando penisku.

Kaki ibu mertuaku dikangkangnya lebar-lebar, dan aku sudah tidak sabar lagi untuk masuk ke vagina ibu mertuaku. Kepala penisku mulai masuk, makin dalam, makin dalam dan akhirnya masuk semuanya sampai ke pangkalnya. Aku mulai turun naik dengan teratur, keluar masuk, keluar masuk dalam vagina yang basah dan licin. Aduuh enaak, enaak sekali.
"Masukkan separo saja Tom. Keluar-masukkan kepalanya yang besar ini.., Aduuh garis kepalanya enaak sekali".
Nafsu kami semakin menggelora. Aku semakin cepat, semakin memompa penisku ke vagina ibu mertuaku. "Buu, Tomy masuk semua, masuk semua buu"
"Iyaa Toom, enaak banget. Pelirmu ngganjel banget. Gede banget rasane. Ibu marem banget" kami mendesis-desis, menggeliat-geliat, melenguh penuh kenikmatan. Sementara itu kakinya yang tadi mengangkang sekarang dirapatkan.
Aduuh, vaginanya tebal banget. Aku paling tidak tahan lagi kalau sudah begini. Aku semakin ngotot menyetubuhi ibu mertuaku, mencoblos vagina ibu mertuaku yang licin, yang tebal, yang sempit (karena sudah kontraksi mau puncak). Bunyinya kecepak-kecepok membuat aku semakin bernafsu. Aduuh, aku sudah tidak tahan lagi.
"Buu Tomy mau keluaar buu.., Aduuh buu.., enaak bangeet".
"ssh.., hiiya Toom, keluariin Toom, keluarin".
"Ibu juga mau muncaak, mau muncaak.., Toomm, Tomm, Teruss Toomm", Kami berpagutan kuat-kuat. Napas kami terhenti. Penisku aku tekan kuat-kuat ke dalam vagina ibu mertuaku.

Pangkal penisku berdenyut-denyut. menyemprotlah sudah spermaku ke vagina ibu mertuaku. Kami bersama-sama menikmati puncak persetubuhan kami. Kerinduan, ketegangan kami tumpah sudah. Rasanya lemas sekali. Napas yang tadi hampir terputus semakin menurun.
Aku angkat badanku. Akan aku cabut penisku yang sudah menancap dari dalam liang vaginanya, tetapi ditahan ibu mertuaku.
"Biar di dalam dulu Toom.., Ayo miring, kamu berat sekali. Kamu nekad saja.., masa' orang ditindih sekuatnya", katanya sambil memencet hidungku. Kami miring, berhadapan, Ibu mertuaku memencet hidungku lagi, "Dasar anak kurang ajar.., Berani sama ibunya.., Masa ibunya dinaikin, Tapi Toom.., ibu nikmat banget, 'marem' banget. Ibu belum pernah merasakan seperti ini".
"Buu, Tomy juga buu. Mungkin karena curian ini ya buu, bukan miliknya.., Punya bapaknya kok dimakan. Ibu juga, punya anakya kok ya dimakan, diminum", kataku menggodanya.
"Huush, dasar anak nakal.., Ayo dilepas Toom.., Aduuh berantakan niih Spermamu pada tumpah di sprei, Keringatmu juga basahi tetek ibu niih".
"Buu, malam ini ibu nggak usah pulang. Aku pengin dikelonin ibu malam ini. Aku pengin diteteki sampai pagi", kataku.
"Ooh jangan cah bagus.., kalau dituruti Ibu juga penginnya begitu. Tapi tidak boleh begitu. Kalau ketahuan orang bisa geger deeh", jawab ibuku.
"Tapi buu, Tomy rasanya emoh pisah sama ibu".
"Hiyya, ibu tahu, tapi kita harus pakai otak dong. Toh, ibu tidak akan kabur.., justru kalau kita tidak hati-hati, semuanya akan bubar deh".
Kami saling berpegangan tangan, berpandangan dengan mesra, berciuman lagi penuh kelembutan. Tiada kata-kata yang keluar, tidak dapat diwujudkan dalam kata-kata. Kami saling mengasihi, antara ibu dan anak, antara seorang pria dan seorang wanita, kami tulus mengasihi satu sama lain.

Malam itu kami mandi bersama, saling menyabuni, menggosok, meraba dan membelai. Penisku dicuci oleh ibu mertuaku, sampai tegak lagi.
"Sudaah, sudaah, jangan nekad saja. Ayo nanti keburu malam".
Malam itu sungguh sangat berkesan dalam hidupku. Hari-hari selanjutnya berjalan normal seperti biasanya. Kami saling menjaga diri. Kami menumpahkan kerinduan kami hanya apabila benar-benar aman. Tetapi kami banyak kesempatan untuk sekedar berciuman dan membelai. Kadang-kadang dengan berpandangan mata saja kami sudah menyalurkan kerinduan kami. Kami semakin sabar, semakain dewasa dalam menjaga hubungan cinta-kasih kami.

TAMAT

Ibu Dan Anak

Ibu Dan Anak - Sabtu sore itu aku tiba di rumah mereka sekitar jam 17.00, dan ketika masuk ke rumah hanya ada Cindy, keponakanku yang baru berumur tiga belas tahun dan duduk di kelas dua SLTP. Ibunya, Vivi, sedang pergi arisan di rumah temannya sejak jam 12.00 siang tadi dan menurut Cindy baru akan kembali sekitar jam delapan malam, seperti biasanya. Ayah Cindy adalah seorang teman karibku yang telah meninggal dunia tiga tahun yang lalu dalam sebuah kecelakaan lalu lintas di luar kota, dan sejak itu aku sering mengunjungi keluarga ini untuk menghibur agar mereka tidak terlalu merasa kesepian.

Kehidupan mereka ditopang oleh ibu Cindy, yang bekerja di sebuah perusahaan asing sebagai sekretaris dan kelihatannya mereka dapat hidup berkecukupan. Vivi, ibu Cindy telah lama kenal denganku dan kami sering pergi bertiga kemana-mana bila ada waktu luang, dan tanpa terasa aku seolah telah menjadi pengganti kepala keluarga mereka. Keduanya sangat manja kepadaku sehingga seringkali aku merasa seolah berada di tengah keluarga sendiri bila sedang bersama mereka, dan terutama Cindy yang kukenal sejak lahir, walaupun telah berumur tiga belas tahun tapi ia tidak segan untuk duduk di pangkuanku bila menginginkan sesuatu dariku.

Setibanya di rumah mereka, aku segera menuju ke kamarku yang memang selalu mereka sediakan untukku dan kemudian aku mandi untuk menghilangkan rasa lelah. Selesai mandi aku berpakaian santai, baju kaos dan celana pendek, lalu menonton TV di ruang tengah dimana Cindy berada dari tadi. Aku duduk di sofa dan Cindy duduk di sampingku dengan kedua kaki dilipat disofa, ia hanya memakai daster rumah saja karena hari itu adalah akhir minggu, sehingga ia tidak mempunyai tugas sekolah.

Kami menonton acara mengenai kehidupan sebuah keluarga yang tidak memiliki ayah lagi, sehingga si ibu harus bekerja keras untuk menghidupi dirinya dan kedua anaknya yang masih bersekolah, dan di tengah keasyikan kami menonton Cindy berkata.
"Oom, kasihan ya keluarga itu, Ibunya mesti kerja keras untuk sekolah anak-anaknya!"
"Ya Cindy, begitulah orang tua, selalu mendahulukan kepentingan anak, kamu untung memiliki Mama yang bekerja dengan penghasilan cukup, sehingga kalian tidak kekurangan." jawabku.
"Iya Oom, Cindy juga merasa beruntung masih ada Oom yang mau memperhatikan kami, kalau enggak entah bagaimana nasib kami." ujar Cindy lagi.
"Oom 'kan sudah kenal kamu sejak lahir, masa Oom mau lupa sama kalian, apalagi Mama juga baik sama Oom!" jawabku menimpali.

"Iya Oom, tapi Cindy sekarang 'kan sudah besar Oom, sudah tiga belas tahun, maunya Oom jangan menganggap Cindy seperti anak kecil lagi dong!" ujarnya manja.
"Lho.., maksudmu bagaimana..? Kan Oom juga memperlakukan Cindy sebagai seorang anak gadis sekarang?" aku menjawab.
"Betul Oom? Cindy sudah Oom anggap seperti seorang gadis?" ia menyela dengan nada riang.
"Iya, betul dong, masa Oom akan menganggap kamu seperti anak kecil terus! 'Kan kamu sekarang sudah besar, tubuhmu juga sudah tumbuh menjadi seorang gadis!" aku menjawab.

Cindy rupanya merasa senang sekali dengan jawabanku, lalu sambil mendekatkan tubuhnya padaku ia mengatakan sesuatu yang membuatku terkejut.
"Kalau begitu Oom mesti anggap Cindy sebagai seorang gadis ya, enggak boleh anggap Cindy sebagai keponakan lagi. Benar ya Oom!"
Walaupun tidak mengerti maksudnya, aku hanya mengangguk saja sambil terus menonton TV, dan Cindy menyandarkan tubuhnya kepadaku. Kepalanya disandarkan di dadaku lalu ia berkata.
"Oom, sebenarnya Cindy dan Mama sering membicarakan Oom, kami ingin Oom turut dalam kegiatan pribadi Cindy dan Mama supaya lengkap!"

Aku tambah tidak mengerti dan bertanya, "Apa maksudmu dengan kegiatan pribadimu dengan Mama?"
"Begini Oom, tapi janji ya Oom tidak akan marah?" aku mengangguk berjanji.
"Sebetulnya Mama dan Cindy 'kan sering bermain seks karena tidak ada hiburan kalau sudah malam, apalagi kalau sudah sepi!"
Aku terkejut bukan main mendengar penjelasannya yang tidak disangka-sangka itu, dan di tengah keingin tahuanku, aku bertanya lagi padanya.
"Maksudmu apa sih Cindy? Masa kamu main seks dengan Mama? 'Kan sama-sama wanita?"
"Iya Oom, Mama yang ngajarin Cindy sejak setengah tahun yang lalu, waktu Cindy baru naik kekelas dua, terus Mama kasih hadiah itu. Cara-cara main seks dengan Mama! Tapi Mama bilang permainan itu akan lebih seru lagi kalau ada pasangan pria, jadi permainannya bisa lebih lengkap! Oom enggak marah 'kan Cindy ceritain begitu?"

Aku sungguh tidak menduga bahwa Vivi telah menggunakan anaknya sendiri untuk mengatasi keinginan seksnya setelah ditinggalkan suami selama tiga tahun, aku dapat mengerti bahwa Vivi membutuhkan penyaluran untuk kebutuhan biologisnya, tetapi bahwa ia mempergunakan anaknya sungguh-sungguh di luar dugaanku. Dan tanpa kusadari Cindy kini telah duduk di pangkuanku sambil memelukkan kedua tangannya ke leherku dan berkata lembut.

"Oom enggak percaya ya..? Mari Cindy tunjukin sama Oom bahwa Cindy juga sudah bisa bermain seks sama lelaki.. 'kan Mama suka ceritain caranya sama Cindy kalau kami lagi asyik berdua di kamar Mama..!"
Lalu ia mulai mencium mulutku dengan lembut dan terasa lidahnya menjulur keluar dan menyelip masuk ke mulutku, lalu menjilati seluruh bagian dalam mulutku. Aku memang mulai terangsang oleh ulah keponakanku ini, apalagi aroma tubuhnya yang harum itu membuatku terhanyut dalam keadaan ini, namun aku berusaha melepaskan ciumannya dan bertanya dalam keterengahan nafasku yang memburu.

"Lalu kalau kamu sedang main sama Mama, bagaimana caranya supaya kalian berdua bisa mencapai klimaks..?"
Sementara itu Cindy mulai melepaskan kancing atas dasternya, sehingga kedua buah dadanya yang mungil dapat kulihat dengan putingnya yang berwarna merah jambu.
"Biasanya sih Cindy dan Mama suka cara enam sembilan Oom, tapi kadang-kadang kami pakai dildo juga Oom supaya lebih seru, karena bisa klimaks terus selama dildonya masih jalan..!"
"Jadi kalau begitu kamu sudah tidak perawan lagi..?" aku bertanya dengan bodohnya.
"Ya enggak lagi dong Oom.. bagaimana sih Oom ini..!" Cindy menjawab sambil melepas kancing dasternya yang terakhir, lalu ia berdiri dari pangkuanku dan mulai melepaskan t-shirtku.

Kemudian ia merebahkan diriku di sofa dan melepaskan celana pendek serta celana dalamku. Kini kami berdua sudah telanjang bulat, aku terbaring di sofa dan Cindy menelungkupkan tubuhnya di atasku dan mulai lagi menciumi mulutku. Kali ini dengan bernafsu sekali! Nafsuku mulai memuncak, penisku mulai mengeras diantara gesekan kedua pahanya yang putih dan lembut itu serta tekanan kedua buah dadanya yang mungil membuat nafsuku semakin memuncak, walaupun aku masih membayangkan bahwa gadis yang sekarang berada di atas tubuhku adalah keponakanku yang kukenal sejak ia lahir ke dunia ini. Sungguh tidak masuk akal tetapi sekarang sedang terjadi sebuah peristiwa yang tidak pernah terbayang sebelumnya..!

Cindy mengulum mulutku dengan ahli dan penuh nafsu. Aku tak dapat menguasai diriku lagi dan mulai membalas kumulannya dengan penuh nafsu pula. Aku mulai menghisap mulutnya dan lidahku pun masuk ke mulutnya dan menjilati seluruh bagian dalam mulutnya. Punggungnya kuusap lembut dengan kedua tanganku, lalu usapan tanganku semakin turun ke arah pinggulnya dan akhirnya sampai ke pangkal pahanya yang lembut sekali dan terasa olehku Cindy membuka kedua pahanya, sehingga tanganku leluasa bermain mengelus-elus diantara kedua pahanya. Dan akhirnya tanganku tiba pada vaginanya yang sudah basah.. masih belum berbulu.

Aku memasukkan jariku sedikit ke dalam vaginanya dan terasa bagaimana vagina yang mungil itu berdenyut lembut pada jariku. Ini membuatku semakin bernafsu dan akhirnya aku sudah tak memikirkan apa-apa lagi, tubuhnya kuangkat dari tubuhku dan Cindy kugendong menuju kamarnya.

Setibanya di kamar aku segera membaringkan tubuhnya di atas tempat tidurnya, lalu aku berbaring di sampingnya sambil memandang kedua buah dadanya yang kecil mungil. Dan dengan perlahan mulutku mulai mengisap puting dadanya yang sebelah kiri, lembut dan harum. Aku menghisapnya lebih kuat dan terdengar Cindy merintih lirih.
"Aduuhh Oom.. terus Oom.. isap yang kuat Ooomm.. aduuhh.. teruuss Ooomm.. aduuhh..!"
Aku semakin tak kuasa menahan nafsuku ketika terasa tangan Cindy menggenggam penisku yang sudah tegang dan keras dan mulai mengocoknya dengan lembut.

Aku sendiri masih terus menghisap buah dadanya, sementara tangan kiriku terus mengelus dan mengusap vaginanya yang sudah sangat basah. Kedua pahanya sudah terbuka lebar. Lalu mulutku pindah ke buah dadanya yang kanan dan menghisap dengan kuat sampai seluruh dagingnya masuk ke dalam mulutku. Nafas Cindy terengah-engah dan rintihannya terus terdengar lemah.
"Aduuhh Ooom.. teruuss Ooomm.. adduuhh.. aadduuhh.. teruuss Ooomm..!" tubuhnya yang mungil menggelinjang tidak karuan menahan kenikmatan yang dirasakannya.
Remasan tangannya pada penisku bertambah kuat dan cepat.

Aku merasa bahwa Cindy sudah hampir mencapai klimaksnya. Tangannya yang meremas-remas penisku terasa menarik penisku ke arah vaginanya. Aku sendiri sudah tidak dapat menguasai diri lagi. Tubuhku mengikuti tarikan tangan Cindy, dan akhirnya aku sudah berada di antara kedua pahanya yang terbuka lebar dan ujung penisku terasa menyentuh vaginanya, hangat dan basah serta berdenyut.
Cindy kembali merintih, "Ayoo Ooomm.. masukin sekarang Ooomm.. Cindy enggak tahan lagi Ooomm.. ayoo Ooomm.. aadduuhh..!"

Aku menekan sedikit dan terasa kepala penisku masuk ke dalam vaginanya yang agak sempit. Denyutan vaginanya terasa lembut meremas kepala penisku. Aku menekan lagi dan terus menekan sampai akhirnya seluruh penisku telah masuk dan terasa remasan vaginanya yang begitu lembut bagai sutera membuatku tidak dapat menahan nafsuku lagi dan aku mulai mengeluar-masukkan penisku dengan gerakan lambat diikuti oleh gerakan pinggul Cindy yang memutar. Dan kami berdua segera asyik dalam sanggama yang pertama bagi aku dan Cindy, gadis berusia tiga belas tahun ini.

Aku terus memompa Cindy dengan gerakan lambat dan panjang, sedangkan gerakan pinggulnya yang memutar-mutar mulai terasa tidak beraturan lagi. Cindy sudah semakin dekat pada klimaksnya, kedua tangannya memeluk tubuhku dengan eratnya. Nafasnya terengah-engah, tubuh kami bercucuran keringat. Kami semakin asyik dalam sanggama yang nikmat ini. Denyutan vaginanya yang sempit terasa semakin cepat dan kuat, rintihannya juga semakin kuat.
"Aadduuhh Ooomm.. Cindy enggak tahan lagi.. aadduuhh.. Ooomm.. lebih cepat Ooomm.. lagii Ooomm.. aadduuhh.. ayoo Ooomm.. aadduuhh.. aadduuhh..!"

Aku sendiri semakin bernafsu dan mulai tak dapat menguasai gerakanku lagi. Aku memompa Cindy semakin cepat dan kuat. Cindy sendiri sudah begitu asyik dengan kenikmatan yang dirasakannya. Pinggulnya memutar dengan tidak beraturan lagi. Nafasnya mendengus dan rintihannya semakin kuat pula.
"Ayoo Ooomm.. lebih cepat Ooomm.. Cindy sudah mau keluaar.. aadduuhh.. mau keluaarr.. aadduuhh.. Cindy keluar Ooomm.. keluaarr.. aadduuhh..!"

Tubuh Cindy menggelinjang hebat. Kedua tangannya memelukku erat sekali dan tiba-tiba tubuhnya menyentak kuat, lalu menggelinjang hebat saat Cindy tiba dan meledak dalam orgasme yang begitu dahsyat pada puncak klimaksnya yang nikmat luar biasa. Yang terdengar hanya rintihannya.
"Cindy keluar.. keluaarr.. hah.. hah.. aadduuhh.. keluaarr.. aadduuhh..!"
Dan tubuhnya terus menggelinjang sementara aku terus memompanya dengan cepat. Aku juga merasa semakin dekat dengan klimaksku.

Rintihan klimaks Cindy membuat nafsuku semakin memuncak dan aku terus memompa dengan cepat. Aku sudah merasa hampir tiba pada klimaksku. Aku semakin dekat dan penisku terasa semakin besar dan besar dan akhirnya aku tak kuasa menahannya lagi. Dan penisku meledak bergumpal-gumpal di tengah kenikmatan remasan vagina Cindy yang lembut luar biasa. Tubuhku menegang sebentar, kemudian aku tersentak-sentak tak dapat menahan kenikmatan luar biasa yang diberikan oleh vagina Cindy yang meremas lembut penisku. Tubuh kami saling menyentak dan menggelinjang dalam kenikmatan luar biasa yang kami rasakan sebelum akhirnya kami berdua terkulai lemas dengan nafas terengah-engah dan keringat membasahi tubuh kami dan aku masih tetap berada di atas tubuh Cindy dengan penisku di dalam vaginanya yang masih berdenyut lemah.

Setelah beberapa saat, Cindy mulai menciumi wajahku sambil berkata, "Aduuhh Oom.. Oom hebat sekali ya.. baru ini Cindy merasakan orgasme yang begitu hebat.. hebat Oom..!"
Aku hanya diam saja dan kemudian mencabut penisku dari vaginanya, dan berbaring di sampingnya. Tubuh kami berkeringat dan terasa lemah setelah klimaks yang luar biasa tadi. Untuk beberapa saat kami beristirahat, lalu aku bangun dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Cindy kemudian menyusulku di kamar mandi dan akhirnya kami mandi bersama-sama di bawah siraman shower yang hangat.

Kami saling menyabuni tubuh kami, dan ketika aku menyabuni Cindy, tanganku tiba pada daerah dadanya dan dengan lembut aku menyabuni kedua buah dadanya. Aku merasa terangsang oleh kelembutan kedua buah dadanya yang mungil itu. Tanganku terus mengusap dan meremas kedua buah dadanya dengan sabun, dan tiba-tiba kurasakan tangan Cindy menyabuni penisku dengan amat lembutnya. Rupanya kami sama-sama terangsang dengan permainan sabun ini. Penisku mulai mengeras lagi dalam genggaman tangan Cindy yang terus menyabuninya dengan sedikit remasan-remasan lembut.

Aku semakin terangsang, dan penisku semakin keras dan panjang, sementara Cindy masih terus meremasnya dengan tangannya yang lembut bersabun. Dan tanpa sadar tiba-tiba aku sudah terduduk di lantai kamar mandi dan bersandar ke dinding. Cindy berlutut di hadapanku dengan tangan terus mengocok penisku yang sudah tegang sekali. Siraman air hangat dari shower telah menghanyutkan semua sabun di tubuh kami. Tubuh Cindy kuraih dan kupeluk, lalu buah dadanya kuhisap dengan kuat sampai tubuh Cindy tersentak. Kedua putingnya kuhisap bergantian dan tanganku kembali mengelus di antara kedua pahanya, dan ternyata vaginanya sudah basah lagi. Jariku terus mengelus lembut vaginanya yang basah.

Cindy kembali membuka kedua pahanya lebih lebar sambil terus mengocok penisku dengan tangannya yang lembut. Aku tak dapat menahan gejolak nafsuku lagi, lalu aku berdiri dan mematikan shower, kemudian tubuh Cindy kukeringkan dengan handuk, dan setelah itu Cindy mengeringkan tubuhku. Lalu kami menuju ke kamarnya dan berbaring lagi di tempat tidurnya.

Kini tubuh Cindy yang berada di atas tubuhku dengan kedua paha terbuka lebar. Tanganku terus mengelus vaginanya yang basah sekali, sementara Cindy menghisap mulutku dengan bernafsu. Lalu tubuhnya kuangkat, aku duduk di tempat tidur dan Cindy kududukkan di pangkuanku dengan kedua pahanya di samping tubuhku dan mulai menghisap kedua buah dadanya dengan kuat sampai tubuh Cindy tersentak-sentak, sementara tanganku yang lain terus mengelus vaginanya. Tangan Cindy terus meremas-remas penisku yang sudah tegang dan besar sekali. Rintihan Cindy mulai terdengar.
"Aduuhh Ooom.. aadduuhh.. isap teruuss Oom.. isap yang kuat Ooomm.. lagii.. lagii.. aadduuhh..!"

Tubuh kami kembali berkeringat dalam pergumulan ini. Aku terus menghisap kedua buah dadanya bergantian, dan tanganku juga terus mengelus vaginanya yang sudah basah sekali. Rupanya Cindy tak dapat menguasai dirinya lagi, tubuhnya tak henti-hentinya menyentak dan menggeliat, sementara mulutku tak lepas dari kedua buah dadanya yang mungil lembut itu. Ia mengangkat tubuhnya sedikit, lalu menurunkan vaginanya tepat pada penisku dan dengan sekejap penisku telah masuk seluruhnya ke vaginanya yang berdenyut basah disertai rintihan lirihnya.
"Ayoo Ooomm.. Cindy enggak tahan lagi.. aadduuhh Ooomm.. ayoo Ooomm.. aduuhh..!"

Dan Cindy mulai menggerakkan tubuhnya naik turun dengan liar, sementara aku terus saja menghisap kedua buah dadanya bergantian yang membuat Cindy semakin bernafsu. Rintihan Cindy terdengar semakin kuat.
"Aadduuhh Ooomm.. aadduuhh.. Cindy enggak tahan lagi Ooomm.. aadduuhh.. aadduuhh.. Ooomm..!"
Gerakan Cindy semakin kuat dan denyutan vaginanya semakin kuat pula. Aku mulai terbawa oleh irama nafsu Cindy yang sudah memuncak. Aku menghisap kedua buah dadanya lebih kuat. Penisku terasa semakin panjang dan besar di tengah remasan vaginanya yang begitu lembut. Kami begitu asyik dalam pergumulan seks ini dan sudah tak dapat menguasai diri kami lagi.
Nafas kami terengah-engah dengan keringat membasahi sekujur tubuh. Gerakan Cindy semakin cepat dan cepat, sementara denyutan vaginanya juga terasa semakin kuat. Kami sudah tidak perduli dengan keadaan di sekitar kami.
"Aadduuhh Ooomm.. Cindy mau keluaarr.. aadduuhh.. mau keluar Ooomm.. aadduuh Ooomm.. Cindy mau keluaarr.. aadduuhh..!"
Aku juga merasa semakin dekat dengan klimaksku. Rasanya aku pun tak dapat menahannya lagi, dan pada saat itu aku merebahkan tubuhku dengan Cindy tetap berada di atasku. Kedua pahanya yang lembut halus terbuka lebar dan aku mulai memompa Cindy dengan cepat.

Tiba-tiba tubuh Cindy menyentak kuat lalu menggelinjang hebat, dan terdengar rintihan nikmatnya.
"Aadduuhh Ooomm.. Cindy keluaarr.. aadduuhh.. keluaarr.. Ooomm.. aadduuhh..!"
Cindy meledak dalam puncak orgasmenya yang nikmat luar biasa disertai gelinjang tubuh yang menyentak-nyentak dan gigitan kuat pada bahuku. Aku juga sudah dekat sekali dengan klimaksku. Penisku rasanya membesar dan membengkak di antara remasan kuat vaginanya yang begitu lembut. Aku tak dapat menahannya lagi. Dan akhirnya.. tak dapat kutahan lagi.

Penisku meledak bergumpal-gumpal dalam orgasme yang nikmat luar biasa yang membuat tubuhku menyentak dan menggelepar-gelepar di tengah kenikmatan luar biasa remasan vagina Cindy yang begitu lembut. Aku masih terus memompa Cindy dengan cepat dan kuat, sementara tubuh kami berdua menggelepar-gelepar tidak karuan tak dapat menahan kenikmatan luar biasa yang kami alami saat itu. Sampai akhirnya kami terkulai lemah dengan Cindy tetap berada di atas tubuhku dan penisku masih berada di dalam vaginanya yang masih terus berdenyut-denyut lemah. Dan akhirnya kami tertidur lelap dalam kelelahan setelah mengalami klimaks yang nikmat luar biasa tadi.
Kami terbangun ketika jam dinding di kamar Cindy menunjukkan waktu pukul setengah delapan dan di luar sudah gelap, Cindy melepaskan diri dari tubuhku, memakai dasternya dan keluar kamar untuk menghidupkan lampu. Aku ke kamar mandi dan mandi sekali lagi untuk membersihkan tubuhku dengan siraman air hangat dari shower, setelah selesai aku kembali memakai t-shirt-ku dan celana pendek, lalu kembali ke ruang tengah melihat TV yang sekarang sedang menayangkan acara hiburan.

Cindy masuk ke kamarnya dan kurasa ia juga mandi untuk menyegarkan tubuhnya, karena ketika keluar ia sudah memakai baju kaos ketat dan celana pendek, lalu duduk di sampingku sambil merebahkan kepalanya di dadaku.

"Sekarang Oom percaya 'kan sama apa yang Cindy bilang..?" Cindy membuka pembicaraan.
"Iya, tapi menurut Oom itu tidak baik, karena kamu 'kan masih di bawah umur..!" aku menjawab.
"Ah.., Oom ini bagaimana sih, sekarang 'kan umur tidak menjadi soal lagi! Yang penting 'kan dia bisa melakukan seks dengan baik. Oom kuno ahh..!" Cindy menukas sambil mencubit pahaku dengan manja.

"Iya lah.. Oom enggak bisa bilang apa-apa lagi, yang penting Mama jangan sampai tahu, ya..!" aku menjawab sambil memeluk tubuhnya yang langsing.
"Ahh.., biar aja Mama tahu, 'kan memang ini yang diinginkan Mama..!" Cindy menukas lagi.
"Kamu yakin Mama enggak marah kalau tahu kita sudah pernah main seks..?" tanyaku lagi.
"Pasti deh Oom, lihat aja nanti kalau Mama pulang, Cindy akan cerita dan pasti Mama enggak akan marah..!" ia berkata yakin sambil merebahkan tubuhnya di pangkuanku.
"Ya terserah kamu deh Cindy, Oom cuma nurut saja!" aku mengiyakan sambil menarik nafas.

Kami masih terus menonton TV ketika terdengar suara mobil memasuki pekarangan, dan tak lama kemudian suara pintu depan dibuka dan Mamanya melangkah masuk ke ruang tengah.
"Wah.. wah.. rupanya kalian berdua belum tidur ya. Apa kabar, Kak..?" Vivi menyapaku.
"Kabar baik, bagaimana arisannya tadi..?" aku balik menyapanya.
"Lumayan lah, Vivi bertemu teman-teman dan ngobrol panjang lebar. Cindy, kok kamu begitu.., tiduran di pangkuan Oom, apa enggak malu anak gadis masih kolokan..?" ia menegur Cindy.
"Ah, enggak apa-apa kok Ma, malahan Cindy dan Oom barusan selesai dari kamar Cindy..!"

"Lho.., ngapain kamu di kamar sama Oom..?" Vivi bertanya lagi.
"Itu lho Ma.., yang dulu Mama pernah bilang.., ternyata Oom hebat sekali Ma.., Cindy belum pernah merasakan kayak begitu, malahan tadi sampai dua kali Ma..!" Cindy menjelaskan.
"Jadi kalian berdua tadi.., waduh Cindy.., Mama rugi dong kalau begitu! Kalau tahu tentu Mama tidak pergi arisan tadi, lebih baik disini aja pesta bertiga..!" Vivi menjawab sambil tersenyum ke arahku lalu masuk ke kamarnya.

Tak berapa lama kemudian pintu kamar Vivi terbuka separuh dan terlihat Vivi di balik pintu dengan daster putihnya melambaikan tangan mengajak kami masuk.
Cindy berdiri dan menarik tanganku sambil mengatakan, "Benar 'kan Oom, Mama enggak marah.., malahan sekarang ngajak lagi tuh..! Ayo.., kita ke kamar Mama..!" Cindy mengajak.
Aku tak dapat menolak lagi dan menurut saja ketika Cindy menarik tanganku memasuki kamar Vivi yang luas dengan tempat tidur ukuran super king size yang dapat menampung empat orang.

Vivi langsung mengunci pintu kamarnya dan mengecilkan lampu, sehingga suasana menjadi sedikit temaram, lalu Vivi mulai melepaskan dasternya, ternyata ia tidak memakai apa-apa lagi di baliknya. Tubuhnya yang putih montok sangat menggiurkan, buah dadanya yang besar dan padat terlihat sangat menantang dengan putingnya yang merah jambu. Aku tak dapat berbuat apa-apa lagi ketika Cindy melepaskan seluruh pakaianku dan kemudian melepaskan baju kaos dan celana pendeknya, kini kami bertiga sudah telanjang bulat.

Vivi segera menarik tanganku ke arah tempat tidur, lalu ia menelentangkan tubuhku di tempat tidur dan sambil menelungkup di atasku, Vivi mulai menghisap mulutku dengan penuh nafsu. Aku membalas ciumannya dengan bernafsu pula, sementara itu terasa olehku tangan mungil Cindy yang lembut halus menggenggam penisku yang sudah menegang keras dan mulai mengocoknya dengan gerakan lembut yang begitu merangsang.

Nafsuku memuncak dengan cepat. Aku dan Vivi saling menghisap, dan Vivi demikian liarnya sehingga aku agak kewalahan menghadapinya. Hisapannya pada mulutku kuat sekali, sementara tangannya mengelus seluruh tubuhku dari dada, perut, pinggul, dan pahaku. Aku merasa kewalahan menghadapi dua wanita yang begitu liar dan ganas ini.
Tiba-tiba Vivi melepaskan kuluman mulutnya dan berkata, "Ayo Kak.. isap ini yang kuat..!" sambil tangannya mengangsurkan buah dadanya yang kanan ke arah mulutku.
Aku segera saja melakukan apa yang dimintanya.

Aku menghisap buah dadanya dengan kuat sambil memainkan lidahku pada putingnya yang merah jambu, membuat Vivi merintih lirih dalam kenikmatan yang dirasakannya.
"Adduuhh Kaak.. adduuhh.. isap yang kuat Kaak.. lebih kuat Kaak.. aadduuhh.. terus isap Kaak.. aadduuhh.. aaduh..!"
Tubuh Vivi menggeliat-geliat menahan kenikmatan itu. Keharuman aroma tubuhnya membuatku semakin menggila, ditambah dengan remasan dan kocokan tangan Cindy pada penisku yang tegang luar biasa, membuatku semakin tak dapat menguasai diriku. Kedua tangan Vivi berada di samping kepalaku sambil merenggut rambutku dengan kuat.

Nafasnya terdengar memburu disertai erangan nikmat dan rintihan lirihnya, "Aadduuhh Kaak.. isap teruuss Kaak.. aadduuhh.. teruus.. lebih kuaat.. aaduuh..!"
Lalu Vivi melepaskan buah dadanya yang kanan dari mulutku dan meletakkan buah dadanya yang kiri di atas mulutku sambil berkata, "Sekarang yang ini Kak.., ayo isap yang kuat seperti tadi.., ayo Kaak.. ayo cepat isap.. aadduuh..!"
Aku menghisapnya dengan kuat dan mengulum putingnya serta memainkan lidahku disitu. Tanganku mengelus vaginanya yang basah dan berdenyut, ini membuat Vivi semakin bernafsu dan menggila demikian liarnya. Renggutan tangannya pada rambutku terasa begitu kuat disertai nafasnya yang terengah-engah dan rintihan nikmatnya.

"Ayoo Kaak.. aadduuhh.. ayoo isap yang kuaat.. aadduuhh.. teruuss.. aadduuhh..!"
Nafas Vivi mendengus-dengus menandakan nafsunya yang sudah sangat memuncak. Tubuhnya sudah berada di atas tubuhku dengan kedua pahanya yang mulus lembut terbuka lebar. Tanganku terus mengelus vaginanya yang sudah sangat basah dengan jariku, membuat Vivi semakin liar dan ganas. Pinggulnya mulai bergerak naik turun dan memutar mengikuti irama gerakan jariku di vaginanya yang berdenyut basah. Aku memasukkan jariku dan menggerakkannya keluar masuk.

Vivi semakin liar dan ganas. Pinggulnya bergerak naik turun tak beraturan sekarang. Ia menekankan buah dadanya ke mulutku dan menggerakkannya memutar-mutar. Rintihannya semakin lirih dan sayu.
"Ayoo Kaak.. masukin sekarang Kaak.. Vivi enggak tahan lagi.. ayoo masukiin.. aadduuhh.. aadduuh..!"
Terasa tangan Cindy sambil mengocok membawa penisku yang sangat tegang ke arah vagina Vivi yang berdenyut-denyut. Dan ketika terasa ujung penisku menyentuh vaginanya, Vivi menurunkan badannya sedikit, sehingga kepala penisku masuk ke dalam vaginanya yang terasa meremas penisku dengan denyutan amat lembut.

Vivi merintih lirih dalam kenikmatannya, "Ayoo Kaak.. masukin teruuss.. ayoo.. aadduuhh.. ayoo..!"
Aku tak dapat menahannya lagi dan menekan ke atas, sehingga seluruh penisku kini masuk ke dalam vaginanya yang berdenyut lembut meremas penisku dengan kuat. Aku mulai memompa Vivi dengan gerakan panjang dan lambat yang membuat Vivi semakin gila.
"Aaduhh Kaak.. yang cepat Kaak.. aduhh.. lebih cepat lagi.. lagii.. aaduh.. ayoo. aaduuh..!"
Aku memompa lebih cepat di tengah remasan vagina Vivi yang terasa begitu lembut. Aku memompa semakin cepat dan cepat sambil terus menghisap buah dadanya dengan kuat. Penisku terasa membesar dan membesar di dalam remasan vaginanya yang lembut luar biasa.

Aku tak dapat menahan diriku lagi, dan Vivi juga menjadi semakin liar dan begitu ganas dalam gejolak nafsunya.
"Aaduhh Kaak.. ayoo Kaak.. lebih cepat Kaak.. lagii.. lagii.. aaduuhh.. aduh..!"
Kami bergumul dengan asyik penuh nafsu dalam kenikmatan yang tiada taranya, dengus nafas kami menderu-deru dalam berpacu menuju puncak kenikmatan yang menanti kami dalam klimaks yang terasa semakin dekat dan dekat. Tak ada lagi yang dapat menghentikan kami sekarang. Pinggul Vivi berputar dalam gerakan naik turun yang cepat mengikuti gerakan penisku yang memompa semakin cepat dan kuat. Rasanya penisku mulai membesar dan terus membesar disertai rasa nikmat luar biasa dalam remasan vagina Vivi yang basah dan lembut.

Kedua tangan Vivi masih terus mencengkeram rambutku. Hisapanku pada buah dadanya semakin kuat, sehingga hampir seluruh daging buah dadanya masuk ke mulutku. Sementara itu kedua tangan lembut Cindy terus meremas-remas kedua pangkal pahaku. Aku terus memompa Vivi dengan seluruh tenaga yang ada padaku dalam remasan vaginanya yang lembut luar biasa. Penisku terasa semakin membesar dan memanjang. Vivi merintih nikmat tak dapat menahan nafsunya lagi.
"Aaduuhh Kaak.. aduh.. teruuss Kaak.. lebih cepat lagi Kaak.. aku enggak bisa tahan lagii.. aduhh.. sudah mau keluar Kaak.. mau keluaarr.. aduhh..!" erangan dan rintihan Vivi menandakan ia sudah sangat dekat dengan klimaksnya.

Aku sendiri juga merasa sudah hampir tiba pada klimaksku. Aku menghisap buah dadanya kuat sekali. Kami sudah sangat dekat pada klimaks kami dan rasanya sudah tak tertahankan lagi. Sudah dekat sekali. Rintihan Vivi semakin kuat.
"Aaduuh Kaak.. aku mau keluar Kaak.. aduhh.. mau keluaar.. aduhh.. aku keluarr Kaak.. keluarr.. aduuhh Kaak.. keluar Kak.. keluarr.. aduuhh..!"
Vivi tak dapat menahannya lagi. Tubuhnya menyentak kuat sekali kemudian mulai menggelepar-gelepar dalam kenikmatan orgasmenya yang luar biasa ketika ia meledak dalam puncak klimaksnya disertai remasan vaginanya yang kuat dan lembut pada penisku.

Aku juga sudah tak dapat lagi menahannya ketika kurasakan penisku membengkak besar sekali dalam remasan vagina Vivi dan kenikmatan itu mulai menjalar dari pangkal penisku menuju ke ujungnya. Aku memompa Vivi cepat sekali, dan kini terasa kenikmatan itu sampai di ujung penisku dan tanpa dapat kutahan lagi penisku meledak dahsyat dalam gumpalan-gumpalan orgasme yang nikmat luar biasa diantara remasan vagina Vivi yang begitu lembut. Tubuhku menyentak-nyentak tak dapat menahan kenikmatan itu. Kami berpelukan erat sekali dalam klimaks yang luar biasa nikmatnya.

"Aaduhh Kaak.. aku keluaarr Kaak.. aduhh.. keluar.. keluar.. aduuh.. adduuhh.. keluaarr.. aduh..!"
Vivi setengah berteriak menahan kenikmatan saat ia mencapai puncak orgasmenya dalam klimaks yang begitu dahsyat dengan kedua kakinya yang merangkul ketat pada kedua pahaku. Kami masih terus bergumul dalam ledakan klimaks yang sungguh luar biasa dengan tubuh menggelepar-gelepar menahan kenikmatan itu sampai akhirnya kedua tubuh kami terkulai lemah berkeringat dan nafas mendengus kelelahan.

Dalam kelelahan yang amat sangat, akhirnya kami tertidur lelap sekali dan baru terbangun ketika jam dinding di kamar Vivi berdentang sepuluh kali. Malam itu kami menyantap makan malam yang terasa begitu nikmat dengan lahap. Dan setelah selesai membersihkan piring di dapur, kami bertiga kembali ke kamar Vivi untuk sebuah pergumulan seks yang lebih dahsyat lagi.

TAMAT

Mbak Lastri Kakak Sepupuku

Mbak Lastri Kakak Sepupuku - Aku seorang laki-laki berumur 29 tahun dan sudah berkeluarga dengan satu anak. Saat ini aku tinggal di daerah pinggiran Jakarta dan berdekatan dengan kakak sepupu perempuanku.

Kakak sepupu perempuanku itu namanya Lastri, aku biasa memanggilnya Mbak Lastri. Usainya sekitar 35 tahun dan sudah mempunyai 3 anak. Mbak Lastri mempunyai badan sedikit besar tapi enak dilihat, kulitnya hitam manis dengan rambutnya yang dipotong pendek. Mbak Lastri orangnya sangat terbuka, kami sering mengobrol tentang hal-hal sex.

Sebenarnya sudah dari dulu aku sangat terobsesi untuk bisa menikmati tubuh Mbak Lastri meskipun dia terhitung masih saudara dekat, tapi entah kenapa keinginan itu tak bisa aku bendung bahkan kian hari semakin besar saja. Tapi semuanya itu hanya sebatas khayalan saja karena untuk berterus terang, pada saat itu aku rasakan sangat tak mungkin.

Sebenarnya keluarga Mbak Lastri pada saat itu sedang mengalami masalah karena suaminya ternyata kawin lagi dan telah mempunyai anak, suaminya pun sangat jarang ada dirumah, hal itu aku ketahui dari Mbak Lastri sendiri ketika dia mampir ketempat kerjaku untuk sekedar mengobrol.

Aku sangat suka cara berpakaian Mbak Lastri, dia selalu memakai pakaian yang ngepas di badan hingga lekuk-lekuk tubuhnya sedikit tergambar, bentuk pantat dan payudaranya yang menonjol membuatku semakin tergila-gila.

Suatu ketika waktu Mbak Lastri datang ketempatku, aku sedang sendiri karena satu anak buahku sedang nagih sedangkan yang dua pergi ke proyek. Saat itu aku sedang iseng main komputer.

"Sendirian aja Cen, yang lain pada kemana?" Tanyanya sambil melangkah masuk lalu duduk tak begitu jauh dari tempatku.
"Iya nih Mbak, yang lain lagi pada keluar. Dari rumah apa dari mana Mbak?" Jawabku sambil melihatnya.

Saat itu Mbak Lastri memakai baju semi kaos yang agak ketat sedangkan celana bahannya menempel ketat.

"Dari rumah, sengaja kesini, pusing dirumah melulu, lagi ngapain Cen?" Matanya memandang ke arah layar monitor komputer yang memainkan video clip musik, padahal sebelumnya aku sedang menonton BF.
"Lagi iseng aja Mbak," Aku melirik padanya, dan terlihat teteknya membusung karena dia duduk dengan menyandarkan punggungnya di kursi.
"Eh Cen kalau komputer bisa nggak buat nyetel film vcd?" Mbak Lastri bertanya.
"Ya bisa dong, apalagi film BF, bisa banget. Eh.. Mbak Lastri udah pernah belum nonton BF," Kuberanikan diri memancing pembicaraan yang agak ngeres.
"Ya pernah dong, kemarin aku baru nonton di rumah Bu Bambang, dia punya banyak lho vcd BF, kadang-kadang aku pinjem buat distel di rumah, tapi aku kurang begitu suka yang dibuat-buatnya keterlaluan, aku sukanya yang apa adanya," Jawabnya.

Ternyata Mbak Lastri doyan juga nonton BF, ini kesempatan buatku, untungnya aku punya banyak file porno di komputerku hasil dari ngedownload dari internet.

"Terus kalau habis nonton Mbak Lastri kepengen gituan gimana?, kan suami Mbak Lastri sekarang jarang di rumah,"
"Ya pusing lah terus uring-uringan apalagi kalau inget suamiku lagi ngelonin yang lain makin panas aja, paling-paling ya usaha sendiri aja,"
"Usaha sendiri gimana Mbak?" Tanyaku pura-pura nggak ngerti.
"Ya usaha sendirilah dari pada nggak ada pelampiasan. Ah kamu pura-pura nggak tahu. Eh Cen kamu punya nggak film gituan,"

Ahirnya tanpa kutawari Mbak Lastri malah meminta, ini yang aku tunggu-tunggu, nonton film porno bareng Mbak Lastri pasti asik, adapun akhirnya bagaimana aku tak memikirkannya yang penting tahap awal terlalui.

"Banyak Mbak, Mbak Lastri mau yang kaya gimana?" Aku menantangnya.
"Kalau ada sih yang pemainnya orang biasa-biasa aja yang bukan bintang film porno" Kata Mbak Lastri seperti menawar.
"Wah kayaknya selera kita sama Mbak, justru yang yang biasa-biasa aja yang banyak, soalnya saya juga nggak suka yang terlalu dibikin-bikin," Kataku mengiyakan keinginannya.

Kemudian ku buka file film pornoku, aku pilih yang ku anggap bagus lalu ku jalankan di komputer. Terlihat di layar seorang wanita seumuran Mbak Lastri dengan bentuk tubuh yang sepertinya juga sama sedang merayu lelaki muda. Setelah beberapa saat, dan film yang kustel semakin hot ku lihat Mbak Lastri begitu menikmati. Mbak Lastri menarik kursi yang didudukinnya agar lebih dekat ke layar monitor, yang berarti tubuh Mbak Lastri juga semakin mendekat pada tubuhku bahkan nyaris bersinggungan. Aku semakin menikmati keadaan yang terjadi meskipun saat itu aku tetap menunggu situasi ideal seperti yang aku impikan selama ini.

"Nah film seperti ini yang Mbak Lastri Suka, eh.. Cen gedein dikit dong volumenya, nggak enak kalau nggak denger suaranya," Pinta Mbak Lastri.

Aku menuruti keinginannya yang padahal keinginanku juga, semakin asyik rasanya kalau mendengar wanita mendesah-desah menikmati persetubuhan. Diluar hujan mulai turun hingga menambah semakin erotisnya saat itu.

"Mbak Lastri, saya sudah nggak tahan nih," Akhirnya aku beranikan diri untuk memulai.

Mbak Lastri tak menjawab hanya kulihat dia menarik nafas resah matanya tak lepas dari adegan yang terjadi di layar monitor.

"Enak kayaknya yah kalo lagi begituan aku diperlakukan seperti itu. Suami Mbak Lastri sih nggak pernah deh kayak gitu, biasanya langsung tancap aja, sebentar lalu udahan, tinggal aku yang pusing sendiri," Mbak Lastri berkata ngedumel, badannya selalu bergerak-gerak resah tak mau diam, mungkin hal itu berarti Mbak Lastri sudah terkontaminasi hal-hal erotis seperti juga yang kualami akibat dari adegan-adegan penuh nafsu yang kami tonton.

Sampai pada akhirnya tanganku kujamahkan pada tangannya, kuremas pelan sambil menunggu reaksinya. Setelah aku tahu tidak ada penolakan, lalu tangannya kubimbing ke arah pangkal pahaku dan kuletakan diatas kemaluanku dengan posisi telapak tangan Mbak Lastri menghadap kebawah dalam keadaan seperti akan mencengkram kemaluanku berharap Mbak Lastri melakukannya sendiri. Karena tidak tahan, tanpa menunggu lagi akhirnya kuremas-remaskan tangan Mbak Lastri pada kontolku.

Tapi apa yang terjadi selanjutnya, Mbak Lastri malah memasukan sendiri tangannya kedalam celanaku dan meraih isinya lalu meremas dan sesekali mengocok batang kontolku, ku rasakan juga ibu jarinya kadang-kadang mengelus-elus kepala kontolku terasa agak geli tapi semakin menambah tinggi libidoku. Dalam situasi seperti itu aku tak mau tinggal diam, ku tarik tubuh Mbak Lastri agar semakin dekat hingga seperti berpelukan dengan posisi tubuh Mbak Lastri agak miring didepan tubuhku, tanganku mulai meremas-remas teteknya dari luar bajunya. Setelah puas dari luar, kumasukan kebalik bajunya dan meremasnya meskipun masih tertutup BH.

Akhirnya tanganku menelusup ke balik BH nya, kurasakan sesuatu yang empuk dan kenyal terpegang. Aku meremasnya dengan agak geregetan, kuremas-remas teteknya bergantian kiri dan kanan tak lupa pentilnya kupelintir-pelintir. Nafas Mbak Lastri ku dengar semakin menderu sedangkan tangannya tetap meremas-remas kontolku, tapi kontolku sekarang sudah berada di luar karena Mbak Lastri telah melepas kancing dan menurunkan seleting celanaku.

"Cen kalau ada orang gimana?" Mbak Lastri bertanya dengan terdengar agak khawatir.
"Tenang aja Mbak anak-anak paling cepet sore nanti baru pulang, udah gitu kan lagi hujan," Aku coba menentramkannya.
"Kita pindah ke kamar aja yuk!" Mbak Lastri akhirnya mengajaku untuk pindah ke kamar yang terletak di ruangan sebelah, tempatku beristirahat kalau siang sedangkan kalau malam dipakai untuk tidur anak-anak.
"Ayo..!," Aku mengiyakan, lalu berdiri dan mengancingkan celanaku.

Mbak Lastri berjalan duluan menuju kamar sedang aku mematikan film yang masih berlangsung dimana beberapa saat tadi sudah tidak menarik lagi karena ada yang sesuatu yang lebih menarik yang aku lakukan bersama Mbak Lastri. Tak kumatikan kompoter lalu kususul Mbak Lastri ke kamar.

Sampai di kamar kulihat Mbak Lastri sudah berbaring di atas kasur masih dengan bajunya. Kututup pintu lalu berjalan mendekatinya dan langsung ku peluk tubuhnya. Kucium bibirnya sambil lidahku kumasukan kedalam mulutnya lalu dihisapnya, kemudian gantian lidahnya ku hisap-hisap. Ciumanku kini kuarahkan kelehernya, kuciumi lehernya dan kupingnya tercium wangi farfum yang menguap dari tubunya.

"Ah.. Sshh..," Mbak Lastri mendesis-desis ketika tangan kananku kumasukan kedalam celananya, lalu kuelus-elus belahan diantara pahanya yang kurasakan berbulu tapi tidak terlalu banyak. Jari tanganku menjepit-jepit dan mencubit-cubit kelentitnya kemudian kumasukan jariku kedalam lubang senggamanya kuputar-putar dengan gerakan maju mundur.

Kulihat Mbak Lastri semakin gelisah menahan nafsunya yang semakin tinggi terkadang keluar keluahan dari mulutnya seperti orang kesakitan tapi aku yakin itu karena kenikmatan yang sedang dirasakannya.

"Ah.. Cen Mbak Lastri suka nggak tahan kalau di pegang itunya aahh.. Mbak Lastri buka aja celananya ya!" Kata Mbak Lastri sambil membuka celana dengan cara mengangkat pantanya lalu menurunkan celananya, aku membantunya dengan menarik nya sampai terlepas dari kakinya, dan tampaklah sepasang kaki gempal dengan celana dalam warna merah mudanya yang masih melekat, menutupi setangkup daerah paling sensitifnya. Ku elus-elus kedua kaki Mbak Lastri lalu kuciumi pahanya bergantian menuju ke atas ke arah selangkangannya. Tanganku berpindah-pindah antara mengelus paha mulusnya dan meremas kedua bongkahan pantatnya kenyal.

Ciumanku semakin mendekati memeknya yang masih ditutupi celana dalam. Sampai di pangkal pahanya lidahku kusapu-sapukan mengelilingi daerah sekitar kemaluannya, kuciumi permukaan memeknya dari atas celana dalamnya, kemudian pelan-pelan kutarik CD nya dari arah belakang, sedangkan bibir dan lidahku tetap menciumi daerah sekitar selangkangannya. Setelah CD Mbak Lastri terlepas, tampaklah belahan memeknya yang dihiasi bulu-bulu yang tidak telalu tebal. Kupandangi sebentar, kuarahkan bibirku ke kemaluannya kuciumi dan kusapu-sapukan lidahku, sedangkan kelentitnya ku kenyot-kenyot dan kujepit dengan bibirku. Hidungku mencium aroma kemaluan Mbak Lastri yang unik membuatku semakin bernafsu.

"Memek Mbak Lastri wangi pake apa Mbak?" Tanyaku pada Mbak Lastri.

Mbak Lastri tak menjawab hanya desahan yang keluar dari mulutnya.

"Aahh.. Terus.. Ahh," Mbak Lastri mencercercau dan bergerak-gerak sedikit liar, terkadang pantatnya dinaikan keatas hingga kepalaku ikut terangkat, tangannya meremas-remas rambutku, terkadang menekan kepalaku ke arah kemaluannya. Lidahku kini kutusuk-tusukkan kedalam memeknya yang sudah berlendir hingga semakin basah bercampur dengan air liurku. Jari tanganku mengelus-elus lubang duburnya lalu kumasukan juga ke dalam vaginanya, kuputar-putar jariku dalam memek Mbak Lastri lalu kugerakkan maju mundur. Terkadang kelentitnya kutarik dan kukenyot-kenyot.

"Enak nggak Mbak?" Tanyaku sambil wajahku tengadah untuk melihat wajahnya.

Mata Mbak Lastri sedikit merem dan bibir bawahnya sedikit digigit.

"Heueuh enak banget Cen, Mbak Lastri belum pernah diginiin sama suami Mbak Lastri aahh.." Jawab Mbak Lastri.

Sambil terus menciumi vaginanya yang harum tanganku menulusup kebalik bajunya, kuangkat BH nya keatas teteknya. Kupegang dan kuremas-remas teteknya dan kupilin-pilin pentilnya bergantian.

"Cen buka dong bajunya!" Pinta Mbak Lastri padaku.

Kuhentikan kegiatanku, kulepas semua yang menempel di tubuhku, sementara itu Mbak Lastri juga melepas baju dan BH nya, dan sekarang aku dan Mbak Lastri sudah sama-sama bugil. Kupeluk lagi Mbak Lastri kuciumi bibirnya, kuremas-remas teteknya, kupermainkan vaginanya dengan cara memilin-milin kelentitnya dan memasukan dan memutar-mutarkan jariku didalamnya. Sementara itu tangan Mbak Lastri memegang, mengelus-elus dan terkadang mengocok kontolku yang sudah tegang.
Kini Mbak Lastri yang aktif bergerak diatas tubuhku sedangkan aku hanya telentang meresapi kenikmatan. Bibir dan lidahnya menciumi dan menjilati terkadang digigi-gigitnya puting susuku, lalu turun ke bawah dan akhirnya kontolku ku dijadikan mainan. Mbak Lastri mengocok kemaluanku dengan cara memasuk dan mengeluarkan oleh mulutnya, lidahnya mengulas-ulas kepala kontolku. Biji pelirkupun tak luput dikenyot-kenyotnya, sedangkan tanganku meremas-remas rambutnya.

"Mbak gedean mana punya saya sama punya suami Mbak Lastri?" Tanyaku ingin tahu.
"Gedean punya kamu sedikit," Jawab Mbak Lastri sambil tetep mempermainkan kemaluanku.

Kemudian Mbak Lastri bangkit dan mengangkang di atas tubuhku.

"Mbak Lastri di atas yah..!" Pintanya.
"Memangnya kenapa kalau di atas, Mbak?" Tanyaku.
"Soalnya kalau di atas puas, kan yang banyak bergerak yang diatas makanya Mbak Lastri bisa cepet sampai," Mbak Lastri menjelaskan.

Mbak Lastri mengatur posisinya dengan meletakan pantanya diatas kemaluanku. Kedua kakinya dilipat sejajar pahaku lalu tangannya menuntun kontolku dan meletakan kepala kontolku di antara bibir memeknya dan persis ditengah lobang vaginanya. Setelah dirasa pas perlahan-lahan Mbak Lastri menekan pantatnya hingga kontolku terbenam ke dalam vaginanya, setelah sampai dasar nya pantatnya diayunkan naik turun dengan simultan. Tetek Mbak Lastri ikut terayun-ayun karena gerakan naik turunnya. Tetek Mbak Lastri sudah agak kendor tapi masih terlihat indah dengan ukuran yang sesuai dengan tubuhnya, tanganku meremas-remasnya terkadang ku angkat badanku agar aku dapat mengulum putingnya dan menjilati buah dadanya.

"Oh enak banget.. Aahh..," Mbak Lastri mengerang-ngerang.

Kuimbangi gerakan Mbak Lastri dengan mengangkat pantat apabila pantat Mbak Lastri menekan pantatnya hingga rasanya kemaluanku menyentuh dasar vaginanya. Terkadang tubuh Mbak Lastri tidur diatasku sambil tetap beggerakan pantanta. Mulutnya tak henti berdesis pelan. Setelah beberapa saat gerakan Mbak Lastri semakin cepat dan tangannya mencengkram dadaku.

"Ahh.. Mbak Lastri mau sampai sshh.. Aahh," Rupanya Mbak Lastri sudah mau klimaks. Aku semakin semangat meremas-remas dan memilin-milin putingnya, sedangkan tanganku yang satunya menowel dan mencubiti kelentitnya. Dan Akhirnya,
"Aahh..!" Mbak Lastri melenguh kenikmatan.

Tubuhnya mengejang diatas tubuhku dengan bibirnya melekat erat pada bibirku, kemudian perlahan-lahan tubuhnya melemah sampai akhirnya terdiam di atas tubuhku. Sedang kontolku masih tertancap di vaginanya. Kurasakan memeknya penuh cairan.

"Gimana Mbak..? Kita main lagi yah?" Aku mengajaknya untuk kembali bercinta karena aku belum apa-apa.
"Nanti sebentar Mbak Lastri masih cape," Jawabnya.

Lalu setelah Mbak Lastri sedikit segar kami mulai bercinta lagi.

"Mbak, nungging ya Mbak!"

Aku meminta Mbak Lastri untuk bercinta dalam posisi dimana aku di belakangnya tapi tidak benar-benar nungging. Mbak Lastri tidur telungkup dengan pantat sedikit mendongak dengan di ganjal bantal. Dalam posisi ini selain kenikmatan dengan terbenamnya kontol ke dalam vagina juga pantat montok Mbak Lastri bisa puas aku nikmati.

Ku arahkan kontolku ke vaginanya, setelah pas kudorong pelan sampai mentok, lalu kuangkat, kemudian kuayunkan pantatku maju mundur. Saat itu posisi tubuhku berada di atas tubuh Mbak Lastri dari arah belakang. Sambil memaju-mundurkan pantatku wajahku menciumi rambut Mbak Lastri dan tanganku meremas-remas teteknya dari belakang. Terkadang jari tanganku mencolok-colok dan mengulas-ulas lubang anusnya. Setelah beberapa saat aku merasa sudah akan klimaks, kuminta Mbak Epi berbalik untuk memakai gaya konvensional.

"Mbak, balik dong saya mau sampai nih," Pintaku.
"Iya Mbak Lastri juga mau sampai juga nih." Jawabnya.

Lalu Mbak Lastri membalikan badannya kakinya mengangkang. Langsung saja kumasukan kontolku ke dalam memeknya dan menggerak-gerakan pantatku kali ini dengan agak kasar.

"Aahh.. Ahh.. Kita keluarin bareng ya Cen," Kata Mbak Lastri sambil mendesah-desah.
"Mbak Lastri pilin-pilinin puting susu saya dong!" Aku memintanya.

Karena kenikmatan yang kudapat akan semakin maksimal apabila puting susuku dipilin-pilin.

Mbak Lastri memilin-milin putingku dan tanganku pun meremas-remas teteknya. Bibirku dan bibir Mbak Lastri saling berpagutan sambil saling sedot lidah, hingga akhirnya kurasakan sesuatu mendesak untuk di keluarkan yang di sertai kenikmatan tiada tara. Aku melihat Mbak Lastri juga mengalami hal yang sama dengan ku.

"Mbak Lastri saya mau keluar..," Kataku.

"Mbak Lastri juga mau keluar nih ," Mbak Lastri menjawab.

Dan ahirnya sambil kuhujamkan kontolku dengan keras kedalam memek Mbak Lastri, spermaku keluar membasahi vagina Mbak Lastri. Mbak Lastri juga sama denganku, kami saling berpagutan menuntaskan kenikmatan bersama-sama.

Kami terdiam beberapa saat menikmati sisa kenikmatan, tubuhku masih berada di atas tubuh Mbak Lastri, perlahan ku gulingkan tubuhku ke samping Mbak Lastri. Ada rasa ngilu pada kontolku ketika terlepas dari memek Mbak Lastri.

"Mbak Lastri puas banget Cen, sudah lama banget Mbak Lastri nggak ngerasain yang seperti tadi.," Mbak Lastri mengungkapkan kepuasannya.

"Saya juga Mbak, dan kalau nanti-nanti Mbak Lastri kepengen lagi saya selalu siap," Aku menimpalinnya sambil tanganku meraba-raba teteknya.

"Eh, udah yu, nanti keburu ada yang datang," Kata Mbak Lastri, dia bangkit dari tidur lalu meraih pakaiannya, mengenakannya lalu keluar menuju kamar mandi. Akupun berdiri, mengenakan pakaian lalu berjalan menuju kantorku, tak lama kemudian Mbak Lastri menyusul gantian aku yang ke kamar mandi.

Kami membicarakan tentang hal-hal lain beberapa saat, lalu anak buahku datang, Mbak Lastri pamit pulang. Setelah kejadian itu, kami tak pernah membahasnya meskipun Mbak Lastri tetap rutin datang ke kantorku. Sesungguhnya aku sangat ingin mengulanginya lagi tapi ada rasa segan untuk mengutarakannya ke Mbak Lastri, aku pikir lebih baik menunggu saja. Baik Aku maupun Mbak Lastri tak pernah menunjukan bahwa kami pernah bercinta, semua berlalu seperti terjadi apa-apa.

Sampai suatu malam, suami Mbak Lastri datang ke rumahku untuk meminta tolong memperbaiki komputernya yang baru dibeli tidak bisa di operasikan mungkin karena dimainin anak-anaknya. Lalu kami pergi ke rumahnya, ku chek komputernya dan ku bilang bahwa besok pagi saja memperbaikinya karena harus diinstal ulang dan membutuhkan waktu agak lama, kebetulan besok aku tidak begitu sibuk. Waktu itu Mbak Lastri memakai daster, membuat aku horny. Mbak Lastri lalu nimbrung ngobrol beberapa saat kemudian aku pulang.

Besok paginya sekitar jam 7, setelah pamit dengan istiruku aku ke rumah Mbak Lastri. Sesampainya di sana aku bertemu dengan suaminya Mbak Lastri yang sudah bersiap-siap berangkat kerja, Mbak Lastri sedang mandi ketika itu sedangkan anak-anaknya sudah berangkat sekolah diantar pembantunya. Setelah ngobrol beberapa saat suaminya lalu berangkat kerja dan aku langsung meperbaiki komputernya. Mbak Lastri kemudian keluar dari kamarnya, rambutnya masi terlihat basah, menghampiriku lalu berbasa-basi sebentar lalu pergi ke ruangan lain, aku kembali konsentrasi ke komputer. Sebetulnya saat itu aku sangat berharap kejadian dulu bersama Mbak Lastri dapat terulang kembali, tapi aku nggak berani untuk memulai.

Proses instal sedang komputer sedang berlangsung dan aku menunggunya sambil sesekali melihat layar TV. Tiba-tiba terdengar suara Mbak Lastri memanggil dari ruang tamu.

"Cen, kesini deh."
"Ada apa Mbak?' Sahutku, kemudian berjalan ke arah ruang tamu. Ku lihat Mbak Lastri sedang duduk di sofa sambil membaca majalah, dia memakai kaus dan kain membalut bagian bawah tubuhnya, lalu aku menghampirinya.
"Komputernya sudah selesai belum?," Dia bertanya.
"Belum masih lama Mbak, kenapa Mbak?"
"Sini deh!" Dia memintaku duduk di sampingnya. Lalu aku duduk di sampingnya tercium wangi sabun dari tubuhnya.
"Mbak Lastri kepengen nih1" Akhirnya waktunya datang juga, aku faham keinginan Mbak Lastri untuk bercinta.
"Disini?, nanti kalau pembantu Mbak Lastri pulang gimana?"
"Nggak, dia pulangnya jam 10,"

Setelah mendengar jawabannya langsung ku peluk tubuh Mbak Lastri, ku cium bibirnya dan kami saling berpagutan, sedang tanganku kumasukan ke dalam bajunya dan ternyata Mbak Lastri tidak memakai BH. Kuremas-remas teteknya. Tangan Mbak Lastri masuk ke dalam celanaku dan mempermainkan kontolku.

"Mbak, kaosnya di lepas ya!," Pintaku.

Mbak Lastri langsung melepas kausnya sedang kan aku, kuturunkan celanaku sebatas paha hingga kontolku yang mulai tegang keluar. Aku tidak berani melepas pakaian.

"Mbak nungging dong" Aku memintanya.
"Nungging gimana? Dia bertanya untuk memastikan posisinya.

Aku atur posisi badan Mbak Lastri, lututnya menempel di lantai sedangkan badannya di atas sofa. Setelah posisinya kurasa enak, ku angkat kain yang menutupi bagian bawah tubuhnya dan ternyata dia juga tidak memakai CD. Mulai kuarahkan ke lobang memeknya, ku tekan pantatku lalu ku ayun. Sambil mengayunkan pantat, kuciumi tengkuk dan rambutnya, sedang tanganku dua-duanya meremas teteknya. Dari mulutnya ku dengar desis perlahan.

"Cen Mbak Lastri di atas yah!' Dia meminta mengubah posisi. Aku lalu duduk bersandar di atas Sofa, tubuh Mbak Lastri naik ke atas tubuhku, tangannya membimbing kontolku ke arah lubang memeknya. Di gerakannya pantatnya naik turun dan kuimbangi dengan gerakan pantatku menekan keatas apabila pantatnya menekan ke bawah.

Bibir Mbak Lastri melumat dengan rakus bibirku, sedangkan tanganku meremas-remas bongkahan pantatnya. Terkadang kuciumi teteknya dan kukenyot-kenyot pentilnya, kepalanya menengadah keatas.

Beberapa saat kemudian,

"Mbak Lastri mau keluar aahh!!" Dia berbisik ketelingaku sambil menggerakan pantatnya semakin cepat.

Aku pun merasakan hal yang sama lalu kuminta Mbak Lastri untuk memilin-milin pentil susuku. Aku semakin bergairah mengimbangi gerakan yang di lakukan Mbak Lastri. Kuciumi lagi teteknya sambil di remas-remas.

Akhirnya, saatnya tiba, Mbak Lastri menekan memeknya sedemikian rupa dan akupun menekan pantatku sampai kontolku serasa mentok. Tubuhku dan Tubuh Mbak Lastri berpelukan erat dengan mulut saling berpagutan. Spermaku keluar membanjiri memeknya. Sampai beberapa saat kami tetap saling berpelukan menikmati sisa kenikmatan.

TAMAT